Minggu, 30 Maret 2014

Bapak, Patriotku Dalam Nasehat Suci

Alhamdulillah, Tulisan ini terpilih menjadi Pemenang GA Sang Patriot bersama 29 Pemenang lainnya. Klik di sini untuk melihat pengumumannya. Makasih banyak semuanya atas do'a dan supportnya.... :) 
ini hadiahnya :
 
Bicara tentang patriot, bukan berarti hari ini adalah untuk memperingati Hari Pahlawan. Tapi saya menuliskannya untuk mengungkapkan segala rasa yang terpendam sejak lama dalam sanubari ini. Beliau bukan siapa-siapa yang wajib untuk disanjung dan dipuja sebagaimana pahlawan pada umumnya.
Pahlawan yang sukses mengukir namanya dalam sejarah karena usahanya yang berhasil mengusir para penjajah di tanah air ini kita. Bapak saya tidak seperti itu, toh, beliau terlahir di dunia ini setelah setahun Kemerdekaan Indonesia di kumandangkan oleh Bung Karno. Tepatnya di Palopo, 11 Desember 1947.

Bapak seorang laki-laki paruh baya yang sampai saat ini masih mengabdikan dirinya berdakwah dari satu masjid ke masjid yang lain. Pensiunan dari sebuah perguruan tinggi Islam swasta di daerah Kabupaten Maros. Gemar berkebun, menghiasi halaman rumah dengan tanaman berbuah. Selalu membantuku mencuci piring di dapur dan menyapu halaman rumah. Sangat sederhana, mandiri, dan malu bergantung pada orang lain. 

Pohon Durian Bapak
Pohon Nangka Bapak
 
Bapak memang pekerja keras. Pantang menyerah untuk mencapai cita-cita demi memberi nafkah pada semua anak-anaknya dan mama. Menuntut ilmu setinggi langit adalah dambaan bapak yang selalu diamanahkan kepada anak-anaknya termasuk saya sendiri. 

Bukan sekedar kata-kata, beliau telah membuktikan dedikasinya dengan cara mendapatkan beasiswa untuk mengenyam pendidikan tinggi tingkat 2 (S2) di salah satu universitas negeri di Makassar. Tidak heran jika bapak telah berhasil membiayai kami bertujuh meraih gelar (S1) pendidikan tinggi dengan hasil keringat yang halal dan berkat penggemblengan positif.

Bapak juga selalu mengingatkan saya agar jangan pernah mau merepotkan orang lain. Untuk memberikan contoh kemandirian yang baik, bapak selalu menunjukkan kemampuannya mengerjakan segala pekerjaan ringan hingga yang berat. Beliau tidak ingin anak-anaknya terkesan lemah dan hanya mau menunggu uluran tangan dari tetangga sebelah ataupun kerabat yang lain.

Berkat kepiawaiannya mengemban amanah, Alhamdulillah, Jum'at kemarin, 27 Maret 2014, bapak diberangkatkan umroh secara gratis oleh pemilik masjid dekat rumah bersama mama dan rombongan yang lainnya. Inilah kali kedua bapak berangkat ke tanah suci Mekkah al-Mukarramah tanpa menggunakan biaya sendiri, melainkan mendapat rejeki dari arah yang tak disangka-sangka. Yang pada mulanya berangkat haji pada tahun 2000, dan sekarang umroh tahun 2014, gratis.

(Bapak-Mama-Fikri ponakan-Saya)  Mengantar Bapak dan Mama ke Bandara S. Hasanuddin Makassar => Umroh. Kamis, 26 Maret 2014

Saya berpikir, inilah saat yang tepat untuk mengungkapkan segudang rasa yang belum pernah kuungkapkan langsung pada Bapak. Takut? bisa jadi. Karena Bapak memang memiliki watak yang keras dan tegas ketika mendidik saya bersama dengan saudara-saudara yang lain. Keras dalam artian disiplin dan tegas yang harus didengar baik-baik aturannya. Tak boleh dilanggar seenaknya tanpa ada alasan yang mendukung. 

Tertekankah? Entah. Mungkin karena saya sebagai anak perempuan yang sensitif, cengeng, dan manja, perasaan tertekan memang terkadang menghantui pikiran dan hati saya jika ingin bersikap dan berkata. Seiring waktu berjalan, lambat laun akhirnya saya pun beranjak dewasa. Banyak hal yang dulu tak kupahami mengapa Bapak begitu keras mendidik saya. Sekarang saya paham apa alasan Bapak melakukan semua hal seperti itu pada seorang anak perempuan yang serba bingung. Tak kenal waktu dan tak pernah menuntut dari apa yang pernah beliau berikan pada saya. Tak kenal lelah, selalu setia menjaga dan mendidikku kapan saja.

Ah, itu masa lalu yang seringkali berulang kejadiannya hingga sekarang. Terkadang, bapak memang terpaksa marah ketika mendapati diriku bersikap salah ataupun jika saya terkesan cengeng dalam menghadapi persoalan sepele. Suaranya yang sangat keras membuat hati saya semakin sakit oleh ocehannya, membuat telingaku tidak tahan untuk mendengarnya. Seakan memberi tanda agar airmataku tidak satu tetes pun yang boleh jatuh ke pipi. Sebuah penggemblengan yang menurutku sangat menyiksa.

Kini, saya sudah semakin dewasa, tepatnya berada pada usia 29 tahun. Semakin hari usiaku bertambah, namun usia Bapak semakin menua di usia 67 tahun, semakin beruban, semakin menjaga diriku yang masih sendiri tanpa seorang suami. Ucap syukur yang tak terhingga selalu saya lantunkan, bapak masih energik dan aktif dalam berbagai aktivitas ringan. Tak pernah kudapati bapak berkeluh kesah pada siapapun.

Bapak sama sekali tak berubah dalam hal karakter yang keras dan tegas. Masih seperti dulu. Tapi, tidak lagi kudengar  suaranya yang meninggi jika berbicara. Suaranya semakin pelan dan lembut. Ah, bapak. Kenapa baru sekarang seperti itu...? saya trauma, Pak! jika mendengar suara yang keras dan sedikit menekan. Selain memiliki wajah dan tubuh yang mirip, mungkin itulah salah satu sifat dan karakter bapak yang menjadi bagian dari karakterku juga.

Sosok bapak tiada duanya di dunia ini yang kumiliki. Sosok yang telah banyak memberiku pelajaran dan pengalaman hidup yang sebenarnya semua itu adalah proses yang sengaja bapak berikan pada saya. Bapak ingin melihat saya tumbuh kuat dan tangguh dalam menghadapi badai manapun yang siap menerjang. Bapak yang tak pernah bosan menasehati saya kala suka dan duka. Bapak yang membiasakan diriku untuk selalu melangkah ke masjid sholat berjam'ah. Bapak yang menumbuhkan rasa percaya diri dan keberanian dalam diriku.

Walau sebenarnya saya tahu bahwa bapak belum makan, beliaulah yang setia membawakan saya makanan ke dalam kamar jika saya sedang sibuk mengetik. Pernah satu waktu, karena uang saku saya sudah habis, spontan bapak memberiku sebuah amplop yang berisi uang 5000 rupiah hasil jerih payahnya setelah mengisi ceramah pengajian dalam sebuah acara di sebuah masjid. Satu diantara ribuan pengalaman yang sangat berharga dalam hidupku. Bapak hanya ingin saya bahagia dan selalu tersenyum walau beliau sendiri berada pada situasi yang sulit.

Bapak, Patriotku yang awet dalam berbagai nasehat. Tak pernah lekang oleh waktu dan tiada batas dalam ruang. Sosoknya selalu hadir walau saya dalam keadaan emosi, kecewa, dan sakit hati. Beliau sama sekali tak peduli dengan bentuk masalah yang kuhadapi. Hanya selalu mengingatkan saya agar lebih memperbaiki diri saja. Mendidikku untuk lebih berpikir rasional dan berbesar hati menerima segala konsekuensi atas setiap langkah yang telah kupilih sebelumnya. Bapak memang tak pernah memaksakan kehendaknya, tapi lebih cenderung mengarahkan saja demi kebaikanku di hari esok.

Segudang rasa yang membuncah dalam sanubariku, ternyata bapak mampu membaca semua itu. Tanpa ku uraikan dalam kata-kata cantikpun, bapak sudah mengetahuinya lebih dulu. Begitu kuat rasa yang beliau miliki hingga masalah calon suami pun beliau mampu menerka, menduga, dan memastikan mengenai sifat asli setiap laki-laki yang mendekatiku. 

Awalnya saya sempat protes. Tapi bapak tetap bersikukuh dengan penilaiannya yang menurutnya adalah benar 100 %. Saya menangis, kecewa, dan sakit hati. Tapi Bapak tak pernah peduli. Beliau hanya diam dalam aliran do'a-do'anya. Menatapku penuh cinta dan kasih sayang. Yah, kasih sayang seorang bapak kepada anak perempuannya. Bapak yang tak pernah mau membiarkan anak perempuannya bersanding dengan laki-laki yang mencurigakan. Bapak sangat menginginkan saya untuk bersuamikan laki-laki yang sholeh kelak.

Setahun setelah kejadian itu, barulah saya mengakui apa yang dulu bapak nilai hanya dengan sekilas pandangan saja mengenai beberapa laki-laki yang sempat mendekatiku. Sejak saat itu pula, saya pun semakin berhati-hati dalam mengambil pilihan dan keputusan. Kini saya menyadari, betapa bapak adalah sosok patriot yang sungguh-sungguh menjaga harga diri anak perempuannya agar tetap terjaga dan dimuliakan banyak orang. 

Tak ada yang dapat kuberikan pada bapak dan mama sampai detik ini. Terkecuali seuntai do'a kebaikan dan keselamatan dunia akhirat agar kelak Allah berkenan meridhoinya masuk ke dalam golongan orang-orang yang beruntung dan mendapat tempat paling mulia di sisi-Nya. Aaamiin. 

Foto tahun 2008 bersama Bapak dan Mama

10 komentar:

  1. Balasan
    1. Makasih atas saran-saran dan tipsnya mas Akbar :D

      Hapus
  2. Tes komen kedua
    *hahaha ndak kreatifku di'*

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah, makasih banyak mak,,,hehehe sudah tercatat kreatifnya :D

      Hapus
  3. Bapak memang sosok yang selalu menginspirasiku, Kak...
    Bahkan yang membuat aku semangat bermimpi dan berusaha buat ngeraihnya juga Bapak, dan Ibu dan tentunya....
    Aku gak akan pernah bisa kalau diminta mendeskripsikan Bapak dalam satu kata, bahkan dalam satu novel pun tidak akan sempurna.
    Salam buat Bapaknya Kak Aida...

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya Dek, bener banget :D Terharu sekali kalo ingat perjuangan Bapak. Salam kembali juga untuk Bapaknya dikampung nun jauh disana :D

      Hapus
  4. selamaat... orang tua itu patriot yg sebenar2nya :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mak, sangat setujuuuuu,,,,, makasih ucapannya ya :D

      Hapus
  5. Hormat saya untuk Bapak :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Salam Hormat kembali dari Bapak :)
      Makasi atas kunjungannya Mas Hakim :)

      Hapus